Kamis, 28 Juni 2007

Pendahuluan

Muslim Demokrat: Sebuah Inspirasi

Buku Muslim Demokrat karya Saiful Mujani merupakan karya penting dalam sejarah ilmu politik di Indonesia. Paling tidak ada dua hal yang menjadikan buku ini sangat penting bagi kita. Pertama, buku ini membawa angin segar bagi ilmu politik di Indonesia dengan pendekatan yang sama sekali baru. Sebagaimana diakui oleh Anis Baswedan, Rektor Universitas Paramadina bahwa studi empirik dalam ilmu politik di Indonesia belum mendapatkan tempat. Padahal, metode semacam ini sudah sangat berkembang di Amerika dari awal abad 20. Kemudian, pendekatan empirik juga memungkinkan hasil temuan-temuannya untuk diuji kembali. Oleh karenannya, memungkinkan juga pengembangannya karena akan terus direvisi. Berbeda dengan pendekatan lain, misalnya antropologi, hasil risetnya seolah-olah menjadi teori universal yang pengujiannya juga akan terjebak pada situasi yang sama dan karenanya tidak berkembang.

Hal senada juga disampaikan oleh Andi Mallaranggeng, ilmuan politik Indonesia yang kini menjabat sebagai juru bicara Kepresidenan, bahwa sebelum buku ini hadir, belum ada ilmuan yang melakukan riset kuantitatif dengan jumlah responden yang tersebar dari Aceh hingga Merouke. Sebelumnya, seperti yang dilakkannya, hanya meneliti kabupaten dan kota saja. Ini menegaskan bahwa buku ini merupakan terobosan baru yang akan menjadi angin segar bagi perkembangan ilmu politiuk di Indonesia. hal ini sebagaimana dikaui Saiful bahwa apa yang ditulisnya, melalui buku ini, ibarat bayi yang baru lahir. Di masa yang akan datang, berangkat dari buku ini, akan lahir ilmu politik dengan metode empirik yang lebih maju.

Kedua, dari sisi substansi, buku ini meruntuhkan klaim-klaim dari sejumlah ilmuan mengenai Islam dan Demokrasi. Huntington adalah ilmuan yang selama ini mengklaim bahwa Islam tidak sejalan dengan demokrasi. Dia berargumen bahwa di dalam Islam sudah termuat doktrin yang tidak compalible dengan demokrasi. Hasil Riset yang dikuluarkan oleh Freedom House bahwa hampir semua negara-negara Muslim tidak mengalami domokratisasi, kecuali Mali. menurut huntington kenapa demokrasi tidak berkembang di Negara-negara Muslim, yang harus bertanggung jawab adalah Islam. Karena Islam sendiri sebagai ajaran agama, yang metafisis, tidak tidak memberi ruang bagi ide demokrasi.

Melalui survey, yang menjadi baisis buku Muslim Demokrat ini, ditemukan bahwa klaim itu, di masyarakat Muslim Indonesia, yang jumlah ummat Islamnya terbesar di dunia, tidak terbukti. Bagi Saiful, kita harus membedakan antara Islam dan Islamisme. Islam adalah ajaran yang menurut doktrinnya hanya terdiri dari apa yang disebut dengan rukumn iman dan rukun islam. yakni, percaya bahwa Allah adalah Tuhan yang maha Esa, nabi Muhammad utusan Allah, Shalat, Puasa, Zakat, dan Haji. Kemudian, rukun islam tersebut mencakup ritual atau ibadah. Dalam tradisi Islam, Ibadah terbagi menjadi dua, wajib dan sunnah. Ibadah wajib adalah ritual yang jika dilaksanakan akan mendapat pahala dan jika ditinggalkan akan mendapat azab. Sementara ibadah sunnah jika dikerjakan akan mendapat pahala kalau tidak dilakukan tidak apa-apa. Melalui kategori-kategori ini ummat Islam Indonesia sangat taat, atau sengat islami. hampir mayoritas ummat Islam di Indonesia selalu melaksanakan ibadah wajib. Ini artinya, Muslim di Indonesia sangat islami.

Di sisi lain, ummat Islam juga melaksanakan ritual-ritual, di luar yang wajib, yang bersandar pada tafsiran organisasi, dalam konteks Indonesia, NU. misalnya, ritual haul. Haul adalah ritual tahunan untuk memperingati wafat seseorang. Di sana semua anggota masyarakat yang melakukannya berkumpul, berdoa dan "ngerumpi". yang unik di sini, bahwa ngerumpi dalam ritual ini menjadi salah satu momen perserta haul yang adalah warga negara membicarakan urusan-urusan publik. Di sana lah keterlibatan warga sebagai anggota masyarakat menjadi mungkin. hal ini menjadi modal sosial proses demokratisasi. dan menurut survey yang ada di buku ini menunjukian angka yang cukup tinggi keterlibatan warga NU dalam ritual ini. ini menunjukan bahwa masyarakat Muslim Indonesia memiliki modal sosial bagi proses demokratisasi di Indonesia. artinya, Islam tidak ada msalah dengan demokrasi. malah, ritaul semacam ini mendorong terjadinya demokratisasi di Indonesia.

Keberhasilan buku ini, minimal pada dua hal di atas, bagi saya, pada dasarnya, bukan terletak pada ini ataupun metodologi, melainkan bahwa apa yang dilahirkan oleh Saiful--atau saya biasa menyebutnya K Ipung--lebih sebagai sumber inspirasi. Dalam beberapa kesempatan, dia selalu mengatakan bahwa tugas kita adalah belajar, belajar dan belajar. Kata kuncinya, kata dia, sangat simpel: membaca, diskusi dan menulis. Buku K Ipung ini adalah puncak dari tiga kata kuncinya itu. Buku ini menjadi bukti bahwa kata kunci tersebut memang ampuh bagi kemajuan traidisi keilmuan di Indonesia.

Apa yang dihasilkan K Ipung melalui buku ini adalah pilihan, tapi semangat dibalik kelahiran buku Muslim Demokrat ini akan abadi dan menjadi pegangan bagi, minimal saya, kita semua. Betapa tidak, lulusan IAIN Jakarta, yang notabene agama--terlebih kala itu jurusannya Aqidah Filsafat yang tidak ada matakuliah yang berkaitan dengan angka-angka atau statistik--mampu melahirkan buku yang secara metodologi menggunakan statistiki sebagai basis. ini berarti, ia menantang semua ilmuan di Indoensia, di luar IAIN tentunya untuk bersaing mengambangkan ilmu politik di Indonesia. Semangat yang ia bawa bisa menjadi inspirasi bagi kita bahwa membaca. menulis dan berdiskusi harus bermuara pada capaian keilmuan yang menembus batas-batas keilmuan yang sudah ada. Melakukan teorbosan-teorbosan baru dalam setiap ilmu dan pendekatan yang ada di indonesia.